Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di pertigaan kedurus dekat rumahku itu masih menyala
hijau. Segera kutekan gas vespaku. Aku tak mau terlambat. Apalagi
aku tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu berganti kuning. Hatiku berdebar berharap semoga aku bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis jalan, lampu merah menyala. Aku bimbang, haruskah aku berhenti atau terus saja. "Ah, aku tak punya kesempatan untuk
menginjak rem mendadak," pikirku sambil terus melaju.Prit!Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintaku berhenti. Aku menepikan vespaku agak menjauh sambil mengumpat dalam hati.
Dari kaca spion aku melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu asing. Hey, itu khan Andi, teman mainku semasa SMA dulu. Hatiku agak lega.Aku melompat dari vespa sambil membuka kedua lenganku. "Hai, Ndik. Senang sekali ketemu kamu lagi!". "Hai, This." Tanpa senyum. "Duh, sepertinya aku kena tilang nih? Aku memang agak buru-buru. Istriku sedang menunggu di rumah." "Oh ya?" Tampaknya Andi agak ragu. Nah, bagus kalau begitu.
"Ndik, hari ini anakku ulang tahun yang pertama. Aku dan istriku sudah menyiapkan segala
sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong."
"Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikan vespamu melintasi lampu merah di persimpangan ini." Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Aku harus ganti
strategi. "Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu merah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala." Aha, terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan. "Ayo dong This. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu." Dengan ketus Aku menyerahkan SIM, lalu naik keatas jok vespaku dan kucoba utk menstaternya. Sementara Andi menulis sesuatu di buku tilangnya....begitu lamanya. Beberapa saat kemudian Andi menepuk pundakku. Aku memandangi wajah Andi dengan penuh kecewa. Tanpa berkata-kata Andi kembali ke posnya. Aku membuka surat tilang yang diselipkan
Andi di saku jaket jeansku. Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya
dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa? Buru-buru aku membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Andi."Halo Tis, Tahukah kamu Tis, aku dulu mempunyai seorang anak. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos
lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan. Begitu bebas, ia
bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak kami
satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan
berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami
mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini.
Maafkan aku Tis. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam,Andi)". Aku terhenyak. Aku segera meloncat dan mencari Andi. Namun, Andi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang aku mengendarai vespaku perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap
kesalahanku... ....Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat
berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati. ..
Jumat, 09 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
indah bro dan teruslah menulis.
salam,
satu vespa sejuta sodara
Posting Komentar